Jakarta, Gatra.com - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto memutuskan untuk mengubah penyebutan Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Separatis Teroris (KST) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Penyebutan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor STR/41/2024 tertanggal 5 April tahun 2024.
Langkah Panglima TNI ini mendapat dukungan dari berbagai tokoh nasional, seperti Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin, dan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Kata Bamsoet, dirinya mendukung dan menegaskan bahwa keselamatan bangsa di atas segalanya. Urusan HAM dibicarakan kemudian, jika mereka sudah berhasil ditumpas.
Bamsoet siap pasang badan jika ada pihak yang mempersoalkan HAM atas kewajiban TNI/Polri dalam melaksanakan penegakan hukum dan melaksanakan perintah konstitusi, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh wilayah tumpah darah Indonesia.
"Keputusan Panglima TNI menyatakan kembali kelompok bersenjata di Papua sebagai OPM sudah tepat. OPM merupakan istilah untuk gerakan pro-kemerdekaan Papua sejak tahun 1963," ujar Bamsoet, dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Sabtu (13/4/2024).
Bamsoet menegaskan pemerintah, TNI dan Polri harus terus melakukan tindakan tegas dan terukur kepada OPM. Sikap tegas negara terhadap OPM di Papua merupakan wujud kehadiran negara untuk menghentikan pembunuhan dan teror berkelanjutan terhadap warga sipil di Papua.
"Tidak boleh ada lagi toleransi terhadap para kelompok separatis, teroris ataupun OPM untuk meneror serta melakukan aksi kejahatan hingga menimbulkan korban jiwa. Semua gerakan separatis dan teroris di Indonesia harus ditumpas hingga bersih. Jangan berikan peluang gerakan separatis dan teroris tumbuh subur di Indonesia," tegasnya.
Senada dengan itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin menyebut adanya perubahan penyebutan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, menjadi OPM, tentu memiliki dampak politis bagi Indonesia, serta konsekuensi cara menyelesaikannya.
"Perubahan penyebutan istilah KKB menjadi OPM menurut hemat saya, memiliki dampak politis. Misalnya istilah OPM di luar negeri itu kurang menguntungkan," tuturnya.
Ia mengingatkan, perubahan istilah ini tak bisa sukses jika hanya dijalankan oleh TNI saja, seluruh lembaga negara harus solid mengganti istilah KKB menjadi OPM.
"Perubahan istilah tersebut, bukan hanya ditentukan oleh Panglima TNI saja, tetapi harus mendapat kesepakatan dari semua lembaga negara yang terlibat dalam penanganan konflik di Papua," ujarnya.
Kemudian, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie mendukung TNI dan Polri untuk bertindak tegas terhadap kelompok yang menamakan diri Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebab, kelompok ini kerap melakukan tindak kekerasan yang berujung pada gangguan kamtibmas di Papua.
"Berbagai peritiswa kekerasan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini, dinilai sudah tidak bisa ditolerir lagi. Langkah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengubah sebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua menjadi OPM merupakan langkah tepat," katanya.
Aburizal Bakrie juga meminta sekaligus mendukung TNI/Polri untuk bertindak tegas kepada kelompok bersenjata yang tergabung dalam OPM, yang selama ini banyak melakukan tindak kekerasan kepada masyarakat maupun aparat keamanan.
Menurut Aburizal Bakrie, perubahan penyebutan KKB Papua menjadi OPM, merupakan langkah tegas TNI dalam menyikapi berbagai tindak kekerasan bersenjata yang meresahkan dan merugikan masyarakat dan aparat TNI/Polri di Papua.
“Dewan Pembina Partai Golkar mendukung langkah-langkah tegas yang diambil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, termasuk mengubah nama kelompok dari KKB ke OPM," tegasnya.
Aburizal Bakrie mengatakan, OPM merupakan gerakan separatis yang secara jelas dan nyata menjadi ancaman terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Setiap upaya pemberontakan terhadap Republik Indonesia dan pembangkangan terhadap NKRI harus ditindak tegas. Tidak ada kompromi. Hal ini tidak ada hubungannya dengan HAM," tutupnya.